Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia, kita tidak
akan lepas dari sosok Ki Hajar Dewantara, tokoh nasional pendidikan di
Indonesia. Menurut beliau, pendidikan sebagai sebuah lingkaran sistem, erat
juga kaitanya dengan pengajaran. Pengajaran adalah bagian dari pendidikan
tersebut. Pengajaran adalah proses dalam upaya mencapai tujuan pendidikan
tersebut. Beliau memiliki pemikiran yang sangat revolusioner bagi dunia pendidikan
di Indonesia. Pemikirian tersebut adalah pendidikan yang memerdekakan dan holistis.
Oleh karena itu pendidikan harus mampu memberikan ruang merdeka bagi guru dan peserta
didik secara menyeluruh dalam pembelajaran.
Potret pendidikan pada umumnya kerap kali digambarkan sebagai pengajaran pada ranah kognitif saja. Konteks lain di luar ranah kognitif seakan terlupakan. Pemikiran lain Ki Hajar Dewantara adalah terkait trilogi semboyan Ki Hajar Dewantara. Pertama, Ing Ngarso Sung Tulodo artinya guru harus menjadi panutan atau teladan. Kedua, Ing Madya Mangun Karso artinya guru harus mampu membangun kreativitas dalam pembelajaran. Ketiga, Tut Wuri Handayani artinya guru harus mampu menjadi motivator bagi peserta didik.
Pengejawantahan pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas tentu saja sangat relevan untuk saat ini. Secara umum, pendidikan di Indonesia dapat dikatakan belum merdeka dan holistis. Pendidikan masih terbelenggu dengan target-target kurikulum yang berpusat pada intelektualitas. Ranah keterampilan dan pendidikan karakter kerap terlupakan. Hal ini dapat kita lihat dari penyelenggaran ujian nasional pada beberapa waktu yang lalu. Peserta didik dianggap lulus jika telah mencapai atau melampaui ambang batas nilai tertentu. Selain itu, pembelajaran di dalam kelas berlangsung satu arah. Peserta didik menjadi objek dalam pembelajaran, bukan sebagai subjek pembelajaran. Pada lingkup satuan pendidikan, model pembelajaran yang diterapkan tidak berpihak pada peserta didik untuk merdeka belajar. Masih berkutat pada metode pembelajaran konservatif yang sudah usang.
Pemikiran revolusioner Ki Hajar Dewantara tersebut adalah sebuah dian dalam gulita. Kontribusi positif pendidikan yang memerdekakan sangat dirasakan sebagai seorang guru. Dahulu, menjalani profesi sebagai guru belum sepenuhnya merdeka. Ide-ide kreatif guru kerap kali terbelenggu oleh hal-hal yang sifatnya administratif dan teknis. Guru dijejali oleh berbagai perangkat pembelajaran yang menumpuk. Kerap kali guru berada pada titik stagnan ketika terkendala pada minimnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Pada akhirnya merugikan peserta didik dan terjebak pada pengalaman belajar yang menjemukan.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara harus dipahami secara menyeluruh dan mendalam. Selanjutnya, berusaha mengejawantahkannya dalam pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Diharapkan juga peserta didik dapat termotivasi menemukan cara belajarnya sendiri. Selain itu, diharapkan dapat menumbuhkembangkan budaya positif di sekolah, dan menjadikan peserta didik yang cerdas, terampil, dan berkarakter.
Semoga melalui program pendidikan guru penggerak dapat memberikan stimulus untuk melakoni berbagai kegiatan yang nantinya mampu mencetuskan ide kreatif dalam pembelajaran, kegiatan berbasis kolaborasi antara guru dan peserta didik dalam mewujudkan pendidikan yang memerdekakan dan menyeluruh. Selain itu, diharapkan materi yang dituangkan pada modul dapat menambah literasi wawasan secara mendalam dan menyeluruh dalam hal pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian, diharapkan dapat menjadi guru penggerak yang dapat memberikan manfaat bagi peserta didik, guru, sekolah, dan pendidikan di kabupaten Lombok Barat pada khususnya, dan pendidikan di Indonesia pada umumnya